6 tahun yang lalu aku adalah anak mama yang impiannya melampaui semesta. Yaa begitulah kira-kira.
Di bangku SMA aku bercita-cita untuk lanjut belajar di perguruan tinggi negeri, dengan tekat dan kesungguhan aku bisa menggapainya. Aku lulus dijalur Snmptn, jalur seleksi terpanas dimasa itu. Hanya aku dan sahabatku Dewi yang lulus dari semua teman-temanku. Aku lulus dijurusan perikanan dan temanku Dewi dijurusan bahasa inggris. Dan waktu itu aku juga lulus di poltekes negeri, tapi karna kurang minat di bidang kesehatan aku memilih di perguruan tinggi negeri. Fyi, Aku dan sahabtku memiliki mimpi yang sama, dan sama-sama pernah berkompetisi dari waktu olimpiade sekolah dasar.
Singkat cerita, disemester dua aku ingin keluar dari universitas tersebut, karena mulai merasa tidak sejalan antara minat dengan jurusan yang sedang aku tekuni. Bisa dibilang salah jurusan, dikarenakan tidak selektif waktu awal pendaftaran. Aku enggak selesain semester dua karena sibuk mendaftar lagi di tahun berikutnya, ternyata keberuntunganku hanya ditahun pertama. Akhirnya keluargaku memaksaku kembali meneruskan belajar di jurusan tersebut. Dengan segala kekacauan yang mulai terjadi karena aku harus mengulang semester dua lagi, mulai dari seringnya perubahan kurikulum yang membuat matakuliah jadi teracak-acak, etc.
Sampai akhirnya aku tidak bisa selesai tepat waktu, yaaa hampir terancam DO wkwk. Karena semangat belajar enggak ada sama sekali, aku seperti menyerah pada semua mimpi-mimpiku dulu. Aku mulai tertinggal dari sahabatku Dewi. Saat aku lagi memeperjuangkan tugas akhir, dia sudah mulai bekerja dan mempersiapkan mimpinya s2 keluar negeri. Aku, aku menyerah wi. Itu yg aku katakan padanya waktu itu. Aku tidak mempersiapkan apapun, tidak kursus bahasa asing lagi, tidak mempersiapkan toefl, semua yang menyangkut mimpi kami aku menyerah. Saat itu aku hanya berfikir untuk segera lulus dan tidak mempermalukan orangtua.
Seperti matahari yang menyelinap di kolong langit yang mendung, aku kembali bersemangat dan ingin menuai mimpi-mimpi itu lagi. Hal ini bermula ketika aku harus ikut ujian akhir (sidang skripsi), aku mendapat apresiasi dari salah satu dosenku yang dulu pernah menyepelekanku dan waktu itu aku terima semua perlakuannya, yaa karna aku memang pantas menirimanya.
Beliau mulai melihat sisi lain diriku saat aku harus ikut kelas toefl sebagai syarat lulus tugas akhir dengan beliau sebagai dosen pengajar, karena aku sangat tertarik dari dahulu kala dengan bahasa asing salah satunya bahasa inggris, aku jadi salah satu mahasiswa yang paling aktif dikelas tersebut sampai masa belajar toefl berakhir. Aku tidak menyangka beliau memperhatikan hal tersebut. Saat tiba waktu sidang aku di haruskan tanya jawab dalam bahasa inggris oleh para penguji. Berkat bocoran beliau kedosen penguji lain tersebut aku jadi dapat nilai bagus, dan para dosen menyemangatiku untuk melanjutkan study keluar negeri.
Tapi aku tidak punya bekal apa-apa, aku tidak mempersiapkan apa-apa. Aku sempat menyesal karena semester dua dulu aku terlalu mengikuti egoku dan mencoba merubah takdir yang tidak mungkin bisa diubah. Saat aku berpikir itu jurusan terburuk ternyata Tuhan mencoba menjawab mimpiku melalui jurusan tersebut. Dan diusia sekarang aku masih menerka-nerka seperti apa wajah masa depan.
Terkadang kita memang harus mempersiapkan diri untuk kemungkinan-kemungkinan terburuk. Karena, rencana-rencana indah akan selalu kalah dengan apa yang Tuhan rasa yang terbaik.
Buat kalian yang merasa salah jurusan, coba jalanin dengan semangat dan pantang menyerah. Terkadang itu jalan terbaik yang Tuhan kasih untuk kita agar lebih mudah ditahapan kehidupan selanjutnya.
Dan untukku, semoga lebih pandai mengambil ibrah dari semua hal yang terjadi dalam hidup dan lebih bertanggung jawab atas keputusan yang telah aku ambil.
Sekian ceritaku, semoga ada buah yang bisa dipetik.